Coolturnesia - Untuk kali kedua calon jamaah haji asal Indonesia batal diberangkatkan. Pada musim haji tahun 1442 hirjiah atau tahun 2021 masehi ini, Menteri Agama RI kembali memutuskan untuk membatalkan keberangkatan calon jamaah haji ke tanah suci. Hal ini menyusul masih mewabahnya pandemi covid-19 dan belum diberikannya kuota haji kepada Pemerinta Indonesia oleh Pemerinta Arab Saudi.
Dua kali gagal berangkat, bagaiman nasib uang yang telah dibayarkan oleh calon jemaah haji Indonesia? Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), sebuah badan yang dibentuk tahun 2017 dan bertanggung jawab mengelola uang para calon jamaah haji, menjamin uang calon jamaah haji dikelola dengan amanah dan aman. hal itu diungkapkan salah satu anggota dewan pengawas BPKH, Kyai Marsudi Syuhud, saat memberikan penjelasan pada kegiatan Desiminasi Pengawasan Operasional dan Sustainabilitas Haji dengan stakeholder perhajian di Gorontalo. Kamis (3/06).
Pada kesempatan itu, Kyai. Marsudi menyampaikan beberapa pencapaian kinerja BPKH di era pandemi COVID-19. Pencapaian tersebut di ataranya mengenai dana kelolaan haji yang meningkat menjadi Rp144,78 triliun pada tahun 2020, dari sebelumnya Rp124,32 triliun pada tahun 2019.
Sementara itu, perolehan nilai manfaat tahun 2020 tercatat sebesar Rp7,35 triliun atau 102,80% dari target RKAT-P/II 2020 sebesar Rp7,15 triliun. Jika dibandingkan dengan realisasi selama tahun 2019 sebesar Rp7,37 triliun, realisasi tahun 2020 menurun sebesar Rp20 miliar (0,27%). Nilai tersebut diperoleh dari nilai manfaat investasi sebesar Rp5,32 triliun dan nilai manfaat dari penempatan sebesar Rp2,12 triliun.
Dari nilai manfaat tersebut, BPKH diamanahkan oleh undang-undang untuk mengalokasikan nilai manfaat kepada jamaah tunggu rekening virtual. Di tahun 2020, BPKH memberikan nilai manfaat sebesar Rp 2 triliun.
Adapun tantangan BPKH ke depan mengenai sustainabilitas keuangan haji, Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) perjamaah haji pada tahun 2017 sebesar Rp61,79 juta, sedangkan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang dibayarkan perjamaah adalah Rp 34,89 juta. Pada tahun 2019 BPIH perjamaah sebesar Rp 70,00 juta, sedangkan Bipih yang dibayarkan jamaah hanya sebesar Rp 35,24 juta. Selisih BPIH dan Bipih adalah subsidi yang diberikan kepada jamaah dari nilai manfaat yang diperoleh dari pengelolaan keuangan haji. BPIH terus meningkat cukup signifikan setiap tahun, sementara Bipih relatif tidak mengalami kenaikan. Penetapan Bipih seyogyanya direncanakan naik secara bertahap untuk mencapai keadaan di mana Bipih sama dengan BPIH.
"Pada dasaarnya uang yang dibayarkan calon jamaah haji sebesar 35 juta rupiah itu, belum cukup untuk haji selama 41 hari di tanah suci," terang Kyia Marsudi.
Tantangan BPKH yang lain adalah isu hoaks. Isu penggunaan dana haji untuk hal yang tidak berkaitan dengan kegiatan perhajian, kerap muncul pada saat-saat tertentu. Kesadaran masyarakat untuk bertabayun menjadi sangat penting agar tidak ada kesalahpahaman mengenai informasi keuangan haji. Seperti kabar yang tersebar di media sosial (medsos) yang mengatakan uang haji sudah habis.
"Orang Indonesia hari ini tidak bisa berangkat haji, tahun ini. Tahun kemarin tidak berangkat haji karena uangnya habis, itu menurut medsos begitu. Menurut saya itu fitnah yang sangat keji dan itu tidak benar, tidak benar sama sekali," tegas Kyai Marsudi Syuhud.
"Uang calon jamaah haji Indonesia tetap aman dan dikelola dengan baik," imbuhnya.
Penempatan dan investasi BPKH dilakukan sesuai dengan prinsip syariah dan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat dan likuiditas. Dewan Pengawas BPKH menjamin pengelolaan keuangan haji berjalan sesuai prosedur yang berlaku.
Pengelolaan keuangan haji diatur berdasarkan undang-undang No. 34 tahun 2014. Sementara itu BPKH dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 110 tahun 2017. -as
Pemkab Gorontalo Gandeng BPKP, Perkuat Tata Kelola Aset Daerah