Dr. Herwin Mopangga, Ekonom Kementerian Keuangan Provinsi Gorontalo, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Gorontalo.

Coolturnesia – Gorontalo - Harga komoditas pangan sangat mempengaruhi daya beli masyarakat. Semakin tinggi atau mahalnya bahan pangan, memperkecil alokasi pengeluaran rumah tangga untuk non makanan. Kondisi ini juga menyebabkan pendapatan riil menurun. Sebaliknya, rumah tangga konsumen lebih menginginkan kondisi deflasi agar daya beli cenderung menguat dibanding harga barang dan jasa.

Badan Pusat Statistik mengumumkan, terjadi deflasi 0,03 persen secara bulanan (month to month) di Agustus 2024. Deflasi itu sejalan dengan penurunan indeks harga konsumen atau IHK dari 106,09 pada Juli 2024 menjadi 106,06 pada Agustus 2024. Ini deflasi beruntun sejak Mei (0,03), Juni (0,08) dan Juli (0,18). Deflasi atau inflasi negatif (negative inflation) adalah penurunan umum harga barang dan jasa dalam suatu ekonomi selama periode waktu tertentu. Berbeda dengan inflasi yang menunjukkan peningkatan harga, deflasi mengacu pada penurunan tingkat harga yang berkelanjutan, sehingga daya beli uang meningkat.

Deflasi dapat dipicu oleh kombinasi beberapa gejala sebagai berikut:

  1. Ketika permintaan terhadap barang dan jasa menurun, produsen menurunkan harga untuk menarik pembeli. Penurunan permintaan ini bisa disebabkan oleh berkurangnya kepercayaan konsumen, turunnya pendapatan, atau naiknya pengangguran.
  2. Peningkatan produksi barang dan jasa yang tidak disertai permintaan, menyebabkan kelebihan pasokan, akan menekan harga.
  3. Kebijakan moneter ketat Bank Sentral dengan menaikkan suku bunga dapat mengurangi jumlah uang beredar, sehingga mengurangi konsumsi, dan akhirnya menurunkan harga.
  4. Kemajuan teknologi dan efisiensi produksi menyebabkan biaya produksi menurun, berdampak kepada harga.
  5. Penguatan mata uang domestik terhadap mata uang negara lain membuat harga barang impor menjadi lebih murah, berkontribusi turunnya harga di pasar domestik.

Selaras dengan kondisi nasional, BPS Provinsi Gorontalo melaporkan, laju inflasi tahunan (year on year) Agustus sebesar 2,65 persen, terus melandai dari 4,91 (Mei), 3,93 (Juni) dan 3,07 (Juli). Secara tahunan (year to date), inflasi di angka -1,62 persen. Sedangkan secara bulanan (month to month), inflasi menyentuh -0,14 persen, dan menjadi bulan kelima kejadian deflasi, seperti ditunjukkan grafik pada gambar 1.

 

Sumber: bps.go.id

Gambar 1. Inflasi Bulanan (Month to Month) Provinsi Gorontalo Tahun 2024

 

Dari sebelas kelompok pengeluaran, lima mengalami inflasi dan enam kelompok deflasi. Inflasi bulanan terjadi pada kelompok rekreasi olahraga dan budaya (0,68); transportasi (0,45); air listrik dan bahan bakar (0,43); perawatan pribadi (0,12) serta pakaian dan alas kaki (0,02). Sedangkan deflasi terjadi pada makanan minuman dan tembakau (-0,64); perlengkapan peralatan dan pemeliharaan rumah tangga; serta informasi, komunikasi dan jasa keuangan masing-masing -0,53 persen. Berdasarkan wilayah, Kota Gorontalo menyumbang inflasi bulanan -0,06 persen sedangkan Kabupaten Gorontalo -0,22 persen. Berdasarkan komoditas, penyumbang inflasi tertinggi dari beras (1,40) dan cabai rawit (0,55). Sisi deflasi tertinggi dari tomat (-0,54) dan bawang merah (-0,22). Ketersediaan stok yang melimpah yang disebabkan panen raya di kabupaten sentra produksi menyebabkan tomat dan bawang merah mengalami penurunan harga.

Kelas menengah adalah mereka yang pengeluarannya berkisar 3,5 hingga 17 kali garis kemiskinan yang ditetapkan Bank Dunia atau sekitar Rp2.040.262 hingga Rp9.909.844 per kapita per bulan. Sementara kriteria menuju kelas menengah pengeluarannya berkisar 1,5 hingga 3,3 kali garis kemiskinan atau sekitar Rp874.398 hingga Rp2.040.262 per kapita per bulan. Nilai modus pengeluaran kelas menengah sebesar Rp2.056.494, artinya penduduk kelas menengah cenderung lebih dekat ke batas bawah pengelompokan kelas menengah sebesar Rp2.040.262. Hal ini mengindikasikan kelompok kelas menengah akan lebih sulit untuk lompat menuju kelas atas dan rentan untuk jatuh ke kelompok miskin. Kelas menengah dan menuju kelas menengah sering menjadi bantalan perekonomian karena jumlahnya mencakup 66,6 persen total penduduk dan nilai pengeluarannya mencapai 81,49 persen dari total konsumsi masyarakat.

 

Sumber: bps.go.id

Gambar 2: Alokasi Belanja Kelas Menengah Tahun 2014 (kiri) dan 2024 (kanan)

 

Dalam satu dekade terakhir terjadi perubahan signifikan dalam pola pengeluaran kelas menengah. Alokasi belanja makan minum dan perumahan telah menurun, sebaliknya untuk hiburan naik. Pada tahun 2014, kelas menengah mengalokasikan 45,53 persen dari pengeluaran mereka untuk makanan dan minuman serta lebih dari 32 persen untuk perumahan. Namun, pada 2024, proporsi untuk makanan dan minuman turun menjadi 41,67 persen, untuk perumahan menyusut menjadi 28,52 persen. Sebaliknya, terdapat peningkatan dalam pengeluaran untuk hiburan dan keperluan pesta, dan barang jasa lainnya. Pengeluaran untuk hiburan naik dari 0,22 persen pada 2014 menjadi 0,38 persen di tahun 2024. Sementara pengeluaran untuk pesta meningkat signifikan dari 0,75 persen menjadi 3,18 persen 

0 Comments

Leave A Comment