Tabel Inflasi Yang Terjadi di Kota Gorontalo. Sumber BPS Provinsi Gorontalo

Coolturnesia – Gorontalo – Inflasi Gorontalo Juni 2022 (q to q) tertinggi se-wilayah Indonesia timur. Menduduki Posisi ke lima dibandingkan inflasi di 90 kota besar di Indonesia.

Menurut data yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Gorontalo, inflasi yang terjadi di Gorontalo disebabkan naiknya Indeks harga kosumen (IHK) Juni 2022, dibanding Mei tahun yang sama. Di mana IHK Mei sebesar 109,52, naik menjadi 111,33 di Juni 2022. Selisih kenaikan IHK itu mengaibatkan terjadinya Inflasi di Gorontalo sebesar 1,65 persen.

Kenaikan harga pada Bawang, Rica, Tomat (Barito) yang selama ini menjadi alasan klasik dari naiknya angka inflasi, beberapa bulan terakhir ini, ketiganya menunjukan pengaruh nyata dan menjadi masalah besar pada inflasi di Kota Gorontalo. Hal itu diungkapkan Kepala BPS Gorontalo, usai menyampaikan release Berita Resmi Statistik Provinsi Gorontalo. Jumat (01/07).

“Jadi inflasi di bulan juni 2022, kota Gorontalo sebesar 1,65 persen, jauh lebih tinggi dari inflasi nasional yang sebesar 0,61 persen,” ungkap Mukhamad Mukhanif, Kepala BPS Provinsi Gorontalo.

Kelompok pengeluaran masyarakat dari kelompok makanan, minuman dan tembako mejadi penggeret inflasi tertinggi. Besar inflasi pada kelompok ini sebesar 5,19 persen. Disusul kelompok rekreasi, olahraga dan budaya, serta kelompok pakaian dan alas kaki. Masing-masing sebesar 1,52persen dan 0,38 persen.

Tingginya inflasi yang terjadi di kota Gorontalo itu, menjadi salah satu gambaran naiknya harga-harga bahan kebutuhan masyarakat Gorontalo secara umum. Uniknya faktor cuaca yang terjadi secara nasional, menjadi salah satu pemicu naiknya harga Bawang Merah, Rica (Cabai rawit) dan Tomat. Sehingga di beberapa daerah, panen produk hortikultura itu tidak maksimal.

Inflasi akibat bergejolaknya tanaman hortikultura, khususnya cabai rawit, diakui Hanief sebagai masalah umum di tingkat nasional. Meskipun dia mengungkapkan cuaca bukan sebagai satu-satunya penyebab, tetapi hal ini cukup mempengaruhi hasil para petani.

“Selain tingginya permintaan, anomali cuaca di Indonesia, seperti perubahan cuaca secara ekstrim dari panas ke hujan atau sebaliknya, mempengaruhi produksi tanaman hortikultura,” pungkas Hanief.(*as)

0 Comments

Leave A Comment