Penulis Saat Menjadi Narasumber Pada Salah Satu Diskusi.

Coolturnesia – Gorontalo - Kabar buruk silih berganti dan seolah tak pernah lenyap dari keseharian kita. Efek domino pasca COVID19 berupa stagnansi pertumbuhan ekonomi, pelemahan daya beli dan kemiskinan ekstrem belum juga tuntas, kita dihadapkan dengan maraknya kredit macet dan judi online (judol). Judol disebut-sebut sebagai bencana sosial dan penyakit yang merusak siklus kesejahteraan masyarakat. Pusat Pelaporan dan Transaksi Keuangan (PPATK) merilis bahwa telah terjadi kenaikan transaksi judol mencapai 237,48 persen sepanjang semester pertama 2024. Selama Januari-Juni 2024 perputaran uang dalam transaksi judol mencapai Rp174 triliun. Kemudian hingga September 2024 sudah mencapai Rp283 triliun. Rilis itu juga menyebutkan bahwa 80 persen dari 4,4 juta pelaku judol justru berasal dari masyarakat kelas menengah ke bawah, yakni kelompok paling rentan secara ekonomi, berada pada desil 1 sampai 3.

Judi online pada dasarnya adalah parasit, tidak menghasilkan nilai tambah bagi perekonomian karena sifatnya yang tidak produktif dan spekulatif. Bukannya mengalihkan sumber daya ke investasi atau kegiatan yang produktif, judol menarik dana masyarakat untuk tujuan yang tidak memberikan manfaat. Dana yang digunakan untuk berjudi tidak menghasilkan barang atau jasa yang produktif melainkan mengalir keluar negeri karena sebagian besar platform judi dioperasikan oleh entitas asing. Ini menciptakan kebocoran devisa yang melemahkan stabilitas ekonomi nasional. Uang yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan pokok, pendidikan atau investasi keluarga justru terbuang tanpa manfaat. Hal ini semakin memperburuk daya beli masyarakat berpenghasilan rendah yang memang sudah sangat lemah.

Judol juga semakin memperburuk ketimpangan sosial karena sasaran utamanya adalah masyarakat kelas bawah, miskin dan rentan miskin. Kelompok ini sudah menghadapi berbagai tantangan ekonomi, seperti inflasi, kenaikan harga kebutuhan pokok, dan sulitnya akses pendidikan berkualitas. Judol menciptakan jebakan kemiskinan yang sulit untuk diatasi. Tentu diperlukan upaya komprehensif untuk memitigasi, merehabilitasi dan mencegah meluasnya judol. Diperlukan pendekatan holistik dari pemerintah. Penegakan hukum terhadap operator judol harus diperkuat, termasuk pelacakan platform ilegal dan kerja sama internasional untuk menutup jaringan lintas negara. Pemerintah juga harus meningkatkan literasi keuangan masyarakat.

Dampak judol tidak berhenti pada ekonomi, tetapi juga merambah ke stabilitas dan keharmonisan rumah tangga. Banyak keluarga terjebak dalam utang akibat ketergantungan pada judol. Hal ini menciptakan efek berganda negatif di sektor lain khususnya produktivitas tenaga kerja. Candu pada judi juga menyebabkan terkurasnya waktu, tenaga dan berbagai sumberdaya rumah tangga. Kelompok pekerja sering absen, produktivitas menurun hingga konflik dalam lingkungan pekerjaan. Ketika masalah ini terjadi secara masif, perusahaan turut merasakan dampaknya, baik dalam bentuk menurunnya efisiensi operasional maupun peningkatan biaya sosial. Sektor perbankan juga ikut kecipratan masalah meningkatnya kredit macet.

Kredit Macet

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa total kredit yang dikucurkan bank umum secara nasional hingga Desember 2023 mencapai Rp.7,09 kuadriliun. Rasio non-performing loan (NPL) atau kredit macet mencapai 2,19 persen. Provinsi Gorontalo menempati posisi pertama dengan NPL 5,38 persen. Menyusul Jawa Tengah (4,09), Kepulauan Riau (3,81), Sumatera Selatan (3,42) dan Jawa Timur (3,01). Kredit macet (non-performing loan atau NPL) terjadi ketika peminjam tidak mampu memenuhi kewajibannya dalam membayar cicilan sesuai dengan kesepakatan awal. Umumnya warga Gorontalo bekerja di sektor informal dan memiliki pendapatan tidak tetap, sehingga kemampuan membayar angsuran kredit tidak stabil. Mereka juga mengandalkan satu sumber pendapatan sehingga ketika terganggu (misalnya karena gagal panen atau penurunan harga komoditas), kemampuan mereka untuk membayar kredit ikut terganggu. Selain itu, kurangnya literasi keuangan di masyarakat menyebabkan kurangnya pemahaman tentang risiko dan tanggung jawab dalam berutang.

Dalam Laporan Perekonomian Provinsi (LPP) Agustus 2024, Bank Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Gorontalo melaporkan bahwa rasio kredit macet (NPL) pada kredit investasi sektor pertanian mengalami kenaikan sedangkan NPL kredit investasi industri pengolahan dan perdagangan mengalami penurunan/perbaikan. Selain itu, kredit modal kerja sektor pertanian, industri pengolahan dan perdagangan juga mengalami perbaikan. Ini bermakna bahwa kemampuan ekonomi rumah tangga petani di Gorontalo semakin melemah seiring nilai tukar petani (NTP) yang juga mengalami stagnansi.

 

0 Comments

Leave A Comment