Coolturnesia – Gorontalo - Beberapa hari lalu, saya sempat mengiklankan Teknologi Rekayasa Energi Terbarukan di Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Dalam iklan itu saya menyentil bagaimana jika kuliah di jurusan ini bisa berinovasi, salah satunya menjawab bagaimana melestarikan kembali tradisi Tumbilotohe memakai lampu botol minyak (bakar).
Banyak para pemerhati memberikan solusi menghadapi makin mahal minyak tanah yang dahulu sebagai bahan bakar utama tumbilotohe. Antara lain menggunakan minyak kelapa, tapi ada 2 hal yang bisa saya kritisi. Pertama harga minyak kelapa hampir mendekati minyak tanah. Kedua yakni dapat merusak rantai pasok minyak kelapa.
Solusi berikutnya yakni memakai prinsip berat jenis air sabun, fanta dan minyak kelapa. Kelemahannya ketika minyak kelapa habis, maka akan merusak sistem aliran pembakaran, akibatkan sumbu lampu botol minyak menyentuh air, tentunya sumbu lampu botol tersebut butuh dikeringkan agar dapat digunakan kembali. Kelemahan lainnya yakni, terjadi penggunaan minyak kelapa berlebihan yang dapat merusak rantai pasok minyak kelapa, karena minyak kelapa adalah salah satu bahan pokok pangan yang bisa saja malah menjadi sedikit di pasaran dan membuat harga semakin naik (inflasi).
Ide lainya yakni Memakai solar yang tentunya bahan bakar ini sangat terbatas, kita liat betapa banyaknya antrian mobil disel di pom bensin, serta hasil pembakaran lampu botol menggunakan solar akan menyebabkan asap yang dihasilkan hitam pekat dan berdampak pada polusi udara.
Ada pula yang mencoba memakai oli bekas. Kelemahanya yakni memerlukan waktu untuk sumbu lampu botol menyala, karena prinsip kerja oli dengan viskositas tinggi, sehingga oli harus dinaikan temperaturnya. Setelah itu baru bisa terbakar, dan asap yang dihasilkan hitam pekat mengakibatkan polusi udara.
Ide lainya yakni menggunakan gas LPG, hal ini sangat beresiko, karena bahan bakar gas sangat mudah meledak, apalagi waktu menyala sangat panjang (habis magrib hingga larut malam), sehingga tidak mudah menerapkannya. Ada pula menggunakan Getah damar yang dahulu digunakan orang tua kita untuk sumber penerangan di malam hari. Akan tetapi getah damar sangatlah terbatas di sekitar kita.
Terakhir yakni Lampu listrik yang konon banyak pemerhati budaya yang tidak sepakat dengan alternatif ini. Di samping itu agak beresiko (sengatan listrik), membebani distribusi listrik, dan juga biaya dikeluarkan untuk membeli token listrik akan bertambah.
Dalam tulisan saya di iklan beberapa hari yang lalu tersebut, memberikan kata kunci yakni, kami di Prodi Teknologi Rekayasa Energi Terbarukan UNG, punya solusi. apa itu? berikut saya tuliskan.
Saya awali dengan berita heboh ini. Polres Pohuwato Musnahkan 7.851 Liter Miras Selama 2024. Pemusnahan dilakukan akhir Maret 2024. (https://pemerhati.id/polres-pohuwato-musnahkan-7-851-liter-miras-selama-2024/).
Di Gorontalo banyak barang sitaan miras jenis cap tikus, tercatat Januari 2024 Polresta gorontalo kota memusnakan 4.341 liter cap tikus (liat berita di goggle). Di 2023 ada juga beberapa pemusnaan cap tikus hasil razia yang dilakukan oleh Polda dan Polres lainya. Cap tikus jika didaur ulang bisa menjadi bahan bakar nabati alternatif (bioethanol) dan tentunya ramah lingkungan (non fosil).
Cap tikus ada yang kadar alkoholnya di atas 70%, dengan istilah orang awam yakni cap tikus bakar manyala. Cap tikus jenis inilah yang bisa digunakan sebagai bahan alternatif penganti bahan bakar untuk tumbilotohe. Hanya butuh kebijakan atau kerja sama dengan Polda Gorontalo, bertema yakni sama-sama melestarikan tradisi tumbilotohe (lampu botol/bakar), caranya yakni memanfaat barang sitaan cap tikus yang kita tau bersama, selama ini hanya sebatas dimusnahkan dengan cara di timbun dalam tanah.
Jika kerjasama ini bisa dilakukan, pertayaan baru pasti akan timbul, yakni bagaimana kalo cap tikus buat tumbilotohe ini disalah gunakan? Untuk menjawabnya sangatlah mudah, yakni bahan bakar cap tikus bakar manyala dengan kadar alkohol 70% ini dicampur dengan minyak tanah, dengan perbadingan 1:6 sampai 1:10, yakni 1 liter minyak tanah berbanding 6 sampai 10 liter cap tikus. Ketika ini sudah dicampur pasti orang akan berpikir beribu kali meminumnya. Di samping itu bau minyak tanah yang menyengat, akan memudahkan kita untuk mengidentifikasi mana cap tikus murni dan mana cap tikus yang telah tercampur minyak tanah. Gorontalo banyak energi alternatif yang disediakan alam, dan di jurusan kami Teknologi Rekayasa Energi Terbarukan UNG, kami berusaha mengidentifikasinya. odu'olo. (Penulis: Fuad Pontoiyo adalah Dosen Teknologi Rekayasa Energi Terbarukan Sekolah Vokasi UNG).
Pemkab Gorontalo Gandeng BPKP, Perkuat Tata Kelola Aset Daerah